Penulis: Prof. Widodo Brontowiyono (UII)
(Dosen Jurusan Teknik Lingkungan UII; Mahasiswa PSPPI Universitas Atma Jaya Jakarta)
Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW seharusnya tidak hanya menjadi seremonial belaka, tetapi momentum untuk merenungkan krisis yang sedang kita hadapi. Salah satu krisis terbesar hari ini adalah kerusakan lingkungan yang semakin parah.
Dunia sudah memanas 1,1°C sejak era pra-industri. Di Indonesia, suhu rata-rata naik 0,8°C sejak 1981, memicu banjir bandang di satu sisi dan kekeringan di sisi lain. Hutan pun terus menyusut: sejak 2001, Indonesia kehilangan 32 juta hektare tutupan pohon, dengan 259 ribu hektare hilang hanya pada 2024, memicu emisi karbon setara 194 juta ton CO₂.
Polusi plastik makin mengkhawatirkan. Dunia memproduksi hampir 400 juta ton plastik per tahun; jika tren berlanjut, bisa tembus 1 miliar ton pada 2060. Mikroplastik kini ditemukan dalam air minum, paru-paru, bahkan rambut manusia. Riset 2025 menunjukkan, mikroplastik bisa menurunkan hasil panen hingga 14%, menambah 400 juta orang terancam kelaparan.
Air bersih pun makin sulit. Di Jakarta, 96% sungai tercemar limbah, sementara Sungai Citarum tercatat sebagai salah satu yang paling kotor di dunia.
Rasulullah SAW menegaskan, bumi adalah amanah. Beliau bahkan melarang pemborosan air saat berwudhu di tepi sungai. Hidup beliau sederhana, jauh dari gaya konsumtif yang hari ini justru memperparah krisis iklim.
Kisah Sumur Raumah menjadi teladan luar biasa. Saat air dikuasai seorang pedagang Yahudi dan dijual mahal, Utsman bin Affan RA, atas dorongan dari Rasulullah SAW, membeli sumur itu lalu mewakafkannya bagi umat. Lebih dari 1.400 tahun kemudian, aset wakaf itu masih produktif, menghasilkan kebun kurma, hotel, hingga dana sosial besar di Madinah.
Filosofinya jelas: air adalah hak publik, bukan komoditas eksklusif pemilik modal.
Dari teladan Rasulullah dan sahabatnya, kita belajar beberapa hal: (1). Air dan Alam untuk Semua – Akses air bersih harus dijamin negara, bukan dikomersialisasi. Gerakan wakaf sumur, embung desa, dan perlindungan mata air bisa menjadi program nasional; (2). Ekonomi Hijau Berbasis Wakaf – Model wakaf produktif dapat diterapkan pada hutan, energi terbarukan, hingga pengolahan sampah. Hasilnya bukan sekadar profit, tapi keberlanjutan; (3). Gaya Hidup Sederhana – Mengurangi plastik sekali pakai, hemat energi, dan konsumsi secukupnya adalah praktik nyata dari kesederhanaan Rasulullah; (4). Dakwah Ekologi – Mimbar masjid dan media harus menggaungkan pesan bahwa menjaga bumi adalah ibadah, merusaknya adalah dosa.
Maulid Nabi adalah ajakan untuk meneladani Rasulullah dalam menghadapi krisis zaman. Bila alam dirusak, generasi mendatang akan kehilangan haknya. Bila air diperdagangkan semata, rakyat kecil akan menderita.
Teladan Rasulullah dan kisah Sumur Utsman memberi kita arah: alam adalah amanah untuk umat, bukan monopoli segelintir orang. Inilah salah satu pesan Maulid yang relevan untuk Indonesia hari ini.
Alamo Homestay Nitiprayan, 04 September 2025