Suatu hari bertemu teman masa remaja sewaktu menempuh sekolah di Yogya yang dirinya merasa terlambat untuk bangkit hijrah menjadi baik. Dirinya merasa bukan ahli agama, ahli ibadah dan ahli kitab. Kemudian dalam diskusi, saya sampaikan bahwa semua bisa dimulai dari sabar dan ikhlas, tidak harus menjadi ustadz atau ulama dalam waktu dekat.
Kenapa sabar dan ikhlas?
Melunakkan hati, meningkatkan peran sosial bisa dimulai dari melatih kesabaran. Memperluas jejaring pertemanan, karir dan bisnis bisa dimulai dengan sabar. Ada 2 sisi kekuatan, yaitu sabar dalam menghadapi penderitaan dan sabar dalam menghadapi kesenangan. Sabar sanggup memperhalus kondisi relasi yang sudah terlanjur banyak luka dan cela. Bahkan dengan sabar, mampu meraih pertolongan dari Allah dalam segala kondisi.
Hal ini seperti firman Allah dalam surat Al Baqarah ayat 153:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اسْتَعِيْنُوْا بِالصَّبْرِ وَالصَّلٰوةِ ۗ اِنَّ اللّٰهَ مَعَ الصّٰبِرِيْنَ
“Wahai orang-orang yang beriman, mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.
Sikap sabar dapat membuat manusia menahan diri dari perbuatan merendahkan harkat martabat kemanusian. Sabar juga menjadikan diri untuk kuat tidak mudah minder dan putus asa. Bahkan dalam kondisi lingkungan penuh konflik, penyabar bagaikan air dalam lautan api membara. Sabar menjadikan semua kondisi bisa kembali pada nilai yang seharusnya.
Konflik, pertengkaran, tawuran semua karena tidak adanya sabar dalam genggamannya. Ini perlu dihindari, segera diredam dengan meraih perilaku dan pola pikir sabar. Menjauhkan diri dari kondisi dipermudah emosi, diperbudak amarah, dengan menanamkan sabar dalam keseharian. Sederhana, namun sanggup membendung arus besarnya potensi konflik dalam masyarakat.
Menurut Syekh Nawawi al-Bantani perintah sabar seperti dalam ayat di atas berfungsi saat mengerjakan kewajiban-kewajiban yang telah Allah tetapkan, termasuk berusaha untuk meninggalkan maksiat. Utamanya tetap bersabar saat ditimpa ujian, dengan melatih diri bahwa semua itu sudah kehendak Allah. Bersabar, setiap ujian karena bersama kesulitan ada kemudahan.
Masih menurut Syekh Nawawi makna kata dari ‘wash-shalâh’ adalah dengan memperbanyak shalat sunnah di malam dan siang hari. Perintah bersabar, bukan berarti tanpa sebab dan faidah di dalamnya. Dari sisi manfaatnya sabar akan menguatkan kesehatan mental. Dengan mental yang sehat akan memperluas potensi dan peluanga dalam mewujudkan impian. Selain menjaga kondisi sosial yang baik dengan lingkungan, sabar juga berdampak pada reputasi seseorang. Hal ini karena kesehatan mental seseorang berhubungan dengan kemampuan menyesuaikan diri dengan keadaan yang dihadapi, dalam kondisi baik ataupun buruk.
Sabar dan ikhlas, menjadi senjata dalam sosial kemasyarakatan. Sikap respon dari orang lain, tidak harus menjadikan diri kita ikut larut dalam kondisi yang tidak baik. Pun dihina orang, tetap bersabar, ketika difitnah harus tetap kuat bersabar, karena Allah pasti akan memberikan balasan. Bahkan Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam pernah menasihati ketika bertemu seseorang dalam situasi yang merugikan:
لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ
“Tidak boleh ada yang menyakiti dan tidak ada yang menyakiti.” (Hadits ini diriwayatkan oleh Malik dalam Al-Muwatha’, dan juga diriwayatkan oleh Ahmad, Ibnu Majah, dan Daruqutni.)
Di dunia, ketika bersabar mungkin harus meletakkan perasaan pada posisi paling ikhlas, namun di akhirat nanti berpeluang meraih pahala yang sangat besar. Allah SWT juga menjanjikan pahala yang besar bagi orang-orang yang bersabar. Dalam Surah Az-Zumar (39:10), Allah berfirman:
“Orang-orang yang sabar akan mendapat pahala yang tiada terhingga.”
Ikhlas, dalam hal ini diartikan sebagai bentuk menerima apa yang sudah ditetapkan Allah, baik itu sesuai harapan kita atau justru jauh dari harapan. Selain itu, ikhlas diartikan kemurnian niat atas segala perbuatan baik semata karena Allah. Sejatinya rencana Allah lebih baik dari keinginan kita sebagai hamba. Derajat keilmuan Allah lebih luas dan tinggi dari manusia, termasuk hasil ketetapan-Nya. Sehingga ketika ada alur kehidupan yang mungkin tidak sesuai keinginan, sebagai hamba harus bersabar, bisa saja di ujung sana, di akhir waktu justru semuanya menjadi sangat baik kondisinya di mana manusia dan Allah sekaligus.
Penulis: Ipan Pranashakti – Universitas Islam Indonesia