UII, BRIN, IHP-UNESCO dan MLI Adakan Workshop Pengelolaan Sumber Daya Air Basis Ekohidrologi

oleh -17095 Dilihat
Peserta workshop Enhancing the Integration of Local Ecological Knowledge (LEK) in Ecohydrology-Driven Integrated Water Resource Management (foto: istimewa)

SLEMAN, BnR News. — Memperkuat edukasi pengelolaan sumber daya air secara berkelanjutan dan inklusif, Universitas Islam Indonesia (UII) dan Indonesian Society of Limnology (MLI) bersama Komite Nasional IHP-UNESCO juga BRIN berkolaborasi menyelenggarakan workshop nasional “Enhancing the Integration of Local Ecological Knowledge (LEK) in Ecohydrology-Driven Integrated Water Resource Management” di The Alana Hotel, Yogyakarta, Senin-Rabu 28-30 Juli 2025.

Workshop skala nasional dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan, akademisi, komunitas lokal, dan organisasi internasional serta praktisi bidang pengelolaan sumber daya air. Mewakili Rektor UII, hadir Dekan FTSP, Prof. Dr.-Ing. Ar. Ir. Ilya Fadjar Maharika, M.A., I.A.I sekaligus memberikan sambutan pembuka.

“UII sebelumnya bernama Sekolah Tinggi Islam yang didirikan 8 Juli 1945 di Jakarta, 40 hari sebelum kemerdekaan Republik Indonesia. Selanjutnya pindah ke Yogyakarta hingga menjadi Universitas Islam Indonesia hingga sekarang. Pendiri UII merupakan Bapak Pendiri Bangsa yang mendirikan Republik Indonesia, salah satunya Proklamator Bung Hatta atau Muhammad Hatta,” ungkap Prof Ilya. Sesi pembuka juga memberikan kesempatan memberikan sambutan dari Dr. Luki Subehi selaku Ketua Masyarakat Limnologi Indonesia (MLI), Dr. Ananto Kusuma Seta Direktur UNESCO Indonesia, Dr. Budi Heru Santosa dari BRIN juga perwakilan UNESCO Pusat.

Dalam sambutannya, Dr. Ananto menekankan arti penting workshop yang dirasa memiliki nilai strategis dengan mengkaitkan antara pengelolaan sumber daya air dengan budaya lokal. Mengutip hasil riset salah satu pemenang Nobel bahwa pengembangan suatu program di masyarakat yang melibatkan budaya setempat dipastikan akan memiliki sustainabilitas yang lebih baik bila dibandingkan dengan program yang tidak melibatkan kultur setempat.

Sesi pembuka juga diisi dengan penampilan seni Tari Gudeg yang dibawakan oleh 5 mahasiswa dari Sanggar Tari UII.  Tari Gudeg ini menyelaraskan dengan tema workshop pengelolaan sumber daya air dikaitkan dengan kebudayaan lokal. Setelah pertunjukan seni tari,

Sebagai narasumber workshop, Prof. Dr.-Ing. Widodo Brontowiyono, guru besar Teknik Lingkungan UII membedah pemaknaan tema “Enhancing Local Community Capacity through Ecohydrology and LEK Training for Sustainable Water Management”. Ditegaskannya, bahwa krisis air bukan sekadar soal jumlah, tetapi soal keadilan dalam akses, degradasi ekosistem, dan lemahnya kapasitas komunitas dalam mengelola sumber daya air.

“Mengelola air secara berkelanjutan berarti mengelola hubungan manusia dengan alam secara berkeadaban,” ujar Prof. Widodo.

Narasumber juga memperkenalkan pendekatan integratif antara ilmu ekohidrologi dan pengetahuan ekologi lokal (LEK) sebagai solusi strategis. Dicontohkannya beberapa praktik lokal yang berhasil, seperti sistem pranata mangsa, leuweung tutupan, dan wewengkon larangan yang telah lama menjadi bagian dari kearifan lokal masyarakat di Jawa dan wilayah lain.

Lebih jauh, Prof. Widodo mengusulkan model implementasi Hamemayu Hayuning Bawono sebagai kerangka kerja berbasis budaya Jawa yang relevan untuk membangun visi kolektif, nilai sosial, dan tata kelola komunitas dalam pelestarian air. Model ini menekankan enam tahapan, mulai dari penyusunan visi komunitas, penyusunan nilai, hingga evaluasi adaptif.

Tak hanya berbicara pada tataran filosofis, Prof. Widodo juga memaparkan desain pelatihan untuk peningkatan kapasitas komunitas. Pelatihan tersebut meliputi: keilmuan dan keterampilan teknis ekohidrologi, manajemen komunitas, kepemimpinan, literasi digital, kewirausahaan berbasis konservasi, hingga penguatan nilai budaya lokal.

Selain itu juga disampaikan tentang keberhasilan program nyata seperti Sekolah Cerdas Iklim (SEKOCI) karya Ikrom Mustofa MSc, dosen muda Teknik Lingkungan UII dan rehabilitasi mangrove di Demak yang menggabungkan sains, kearifan lokal, serta nilai spiritualitas. Ditekankan pula pentingnya kolaborasi – sinergi dan model partisipatif seperti yang diterapkan Masjid Jogokariyan Yogyakarta. Menurutnya, keberhasilan yang tinggi membutuhkan dukungan kepercayaan yang tinggi juga.

“Kepercayaan dalam komunitas terbentuk dari kombinasi integritas, kapasitas, kedekatan, dan kepentingan pribadi. Ini adalah dasar keberhasilan gerakan lingkungan,” jelas Prof. Widodo sembari menunjukkan rumus TRUST = f(Ig, C, I, SO).

Workshop LEK 2025 ini diharapkan menghasilkan rekomendasi nyata untuk kebijakan pengelolaan air di Indonesia yang lebih inklusif dan berbasis komunitas. Prof. Widodo menutup sesinya dengan ajakan kepada seluruh peserta untuk menjadi agen perubahan air melalui penguatan komunitas dan penghargaan terhadap budaya lokal. (YK 01/VIP)