Peta Jalan Nur dan Beni, Lulus Doktor Kurang dari 3 tahun IPK 4.0 di FIAI UII

oleh -45274 Dilihat
Dr. Nur Triyono dan Dr. Beni Setyawan lulus Program Doktor Hukum Islam UII IPK 4.0 Summa Cumlaude (foto: istimewa)

Sleman, BnR News, — Seorang hakim di lingkungan Peradilan Agama Mahkamah Agung Republik Indonesia yang bertugas di Pengadilan Agama Tarakan menempuh studi lanjutan program doktor untuk meningkatkan ilmu dan kompetensinya. Di tengah kesibukannya, masih mampu menyediakan waktu untuk belajar dan melakukan penelitian disertasi demi meraih gelar doktor. Ia adalah Nur Triyono, hakim pada Pengadilan Agama Tarakan yang berhasil meraih indeks prestasi kumulatif 4.0, predikat Summa Cumlaude dari Program Doktor Hukum Islam, Fakultas Ilmu Agama Islam, Universitas Islam Indonesia (FIAI UII). Tidak saja Nur Triyono, ada juga rekan kuliah sekelasnya yakni Beni Setyawan, pengajar Ponpes Al Ukhuwah di Sukoharjo Jawa Tengah, dengan strateginya dalam menempuh studi di program doktor, meraih indeks prestasi kumulatif 4.0, predikat Summa Cumlaude.

Membelah stigma bahwa kuliah doktor pasti lama dan sulit. Memecah karang cadas di sela ombak besar rutinitas karir sehari-hari, Nur Triyono dan Beni Setyawan buka kartu, meniti jalan terang sukses menempuh studi doktor dengan hasil optimal meski sibuk merajut karir.

Nur Triyono, kelahiran Samarinda tahun 1991, berkarir menjadi hakim Pengadilan Agama RI. Ia sudah membayangkan akan kuliah program doktor, istilah yang dikenal sebagai ‘kuliah S3’. Sebelum memilih perguruan tinggi, ia mencoba menyusun 3 pilihan tema disertasinya, termasuk bagaimana alur menyusunnya. Dalam benaknya, kesalahan banyak orang, menempuh program doktor, tapi menunda ide disertasinya. “Nanti-nanti ajalah, kalau sudah dekat”.

Nur Triyono, meyakinkan diri menyusun 3 pilihan tema untuk disertasi dan metodenya.
“Jadi jangan ditunda ide penyusunan disertasi di awal waktu studi program doktor, karena bisa kehilangan  motivasi karena ada penundaan di awal.  Berikutnya tak mampu bangkit lagi meraih ide tersebut. Memulai kuliah doktor, ya sekaligus memulai nyicil ide disertasinya,” katanya.

Nur juga memiliki pola kerja yang berubah, setelah menempuh kuliah program dotkor, membiasakan diri hadir di kantor lebih awal saat bertugas sebagai hakim.
“Mencoba melakukan perubahan kebiasaan. Begitu diterima menjadi mahasiswa program doktor, usahakan kerja dan belajar jadi irama harian, jangan justru punya pola baru menunda belajarnya,” kata Nur.

Tujuan Nur Triyono begitu jelas, bahwa proses berkarir bisa lebih awal dimulai setiap hari, demi meluangkan waktu untuk belajar kembali di sore dan malam hari. Tidak mudah, ada ada upaya terus mencoba. Nur Triyono memiliki pandangan, bahwa proses belajar kembali di program doktor bisa menunjang karirnya sebagai hakim, bukan penghambat. Terlebih ia merasakan ketika menjadi mahasiswa kembali, bisa membangun jejaring sesama praktisi bidang hukum, utamanya hakim.
”Selama menjadi mahasiwa program doktor hukum Islam FIAI UII, kami masuk dalam sebuah WA group di mana kondisinya saling memotivasi dan sharing bidang hukum. Ada rekan mahasiswa yang selalu mendorong untuk menyelesaikan kuliah program doktor tepat waktu. Targetnya 3 tahun selesai. Dorongan ini sebagai pemicu, selain dukungan dari suasana akademis di FIAI UII,” kata Nur.

Menurut Triyono, dengan terus membangun jejaring yang kuat, ilmu akan bertambah, semangat akan meningkat selama mampu mengelola dengan positif. Diuntungkan ketika ada kekompakan sesama mahasiswa program doktor, sama-sama sharing strategi lulus dalam 3 tahun. Diuntungkan juga ketika jejaring sesama hakim mampu membuka wawasan makin luas. Baginya, jejaring adalah wahana perluasan pengetahuan tanpa batas.

”Promotor atau dosen pembimbing disertasi juga sangat mempengaruhi proses ketepatan waktu studi. Beruntung saya mendapat promotor dan kopromotor yang mendorong kemajuan penyusunan disertasi. Biasanya didorong dengan mengatakan ini bisa dikembangkan dengan cara ini, teori ini itu dan metodenya. Artinya tidak ada istilah dosen killer, yang menyalahkan mahasiswa, atau mencoret, merobek naskah draft disertasi.  Dosen killer sebenarnya tidak ada, semua tergantung promovendus, atau mahasiswanya. Selama bisa menempatkan diri sedang menuntut ilmu, maka akan bisa menempatkan diri dalam berkomunikasi,” ungkat Nur Triyono.

Menurutnya, iklim akademis selama menempuh studi program doktor juga mempengaruhi. Baik itu dosen atau dukungan layanan dari stafnya. Dirasakannya, dengan dukungan media online, ketika berada di Tarakan Kalimantan Utara, sedang dosen promotor berada di Yogya dan Jakarta, kemudahan komunikasi tetap terjaga.

”Seingat saya, naskah disertasi saya ada 13 kali revisi, namun dengan pemanfaatan teknologi informasi itu bisa berjalan dengan baik dan praktis. Tidak harus bimbingan tatap muka.  Ini juga mendorong dapat lulus kuliah tepat waktu di  Program Doktor Hukum Islam FIAI UII,” kata Nur Triyono.

Selain Nur Triyono, ada Beni Setyawan pada tahun 2025 juga lulus dari Program Doktor Hukum Islam FIAI UII, dalam waktu 2 tahun 9 bulan, indeks prestasi kumulatif 4.0 predikat Summa Cumlaude.

Langkah pertama Beni ketika awal menjadi mahasiswa program doktor, menyusun  rencana agar bisa selesai studi sebelum 3 tahun. Perencanaan itu juga dikomunikasikan dengan istri. Sehingga setiap bulan memaksa diri untuk ke Yogya, bimbingan ke promotor.  Upaya rutin bulanan ini dijaga kuat oleh Beni, pun lupa, istri akan mengingatkan.

Selain itu, Beni mengambil langkah cepat dengan memilih penelitian pustaka dibanding penelitian lapangan.
”Sejak dulu memang saya menyukai kepustakaan, sehingga mencari literatur, mencari rujukan di perpustakaan lebih saya sukai. Ini bagian dari taktik yang saya gunakan untuk bisa menyelesaikan studi doktor tepat waktu,” jelas Beni.

Beni Setyawan merasa kesibukan sehari-hari mengajar di pondok pesantren sudah cukup menyita waktu, sehingga penelitian pustaka bagian dari jalan tepat melintas cepat. Baginya, strategi menempuh kuliah doktor dengan cepat, terdiri dari 3 pilar. Pertama, perencanaan yang matang, jangan asal mengalir. Kedua, disiplin untuk konsultasi, bimbingan dan menyusun rencana mingguan termasuk mencari literatur dan kepustakaan. Ketiga, memilih bentuk penelitian yang sesuai dengan passionnya, jangan sekedar ikut teman, hindari terlalu idealis tapi sesuai kemampuan sejak menempuh program sarjana.

Dekan FIAI UII, Dr. Drs. Asmuni., MA ( Foto: Humas FIAI)
Dekan FIAI UII, Dr. Drs. Asmuni., MA ( Foto: Humas FIAI)

Atas prestasi Nur Triyono dan Beni Setyawan, mendapat sambutan bangga dan syukur dari Dekan FIAI UII, Dr. Drs. Asmuni. MA. Sekaligus menjelaskan dukungan fakultas untuk mendorong semua mahasiswa baik program sarjana, magister dan doktor dapat lulus tepat waktu.

“Saya ucapkan selamat kepada Dr. Nur Triyono dan Dr. Beni Setyawan, prestasi luar biasa Summa Cumlaude. Juga selamat dan sukses bagi mahasiswa program doktor yang berhasil meraih gelar doktor di bulan Juli 2025 ini. Khusus program doktor, jika dilihat memang ada 3 pihak yang selalu berintaksi dan berkesinambungan. Pertama, kaprodinya. Kedua, dosennya. Ketiga, mahasiswa itu sendiri. Mereka bertiga, bekerja sama sesuai time table yang ditentukan. Adakalanya studi terhambat karena mahasiswa memiliki masalah,” ungkap Dr. Asmuni, yang pernah menempuh studi program magister di Timur Tengah.

Menurutnya, ketika mahasiswa program doktor terhambat studi dan penyusunan disertasinya, maka bisa dipetakan dalam 2 hal. Pertama, ketika mahasiswa sedang ada masalah dengan keilmuan, maka komunikasi dosen yang diintensifkan. Kedua, ketika mahasiswa ada masalah dari sisi administrasi, komunikasi dengan tenaga kependidikan dan pelayanan yang ditingkatkan.

“Dosen dituntut untuk melakukan pelayanan, selama jam kerja. Ketika saya ada mahasiswa mau ketemu, tidak saya lempar janjian ke minggu depan, jika bisa besok, akan saya layani. Itu yang harus dijaga sebagai dosen di FIAI UII. Dosenpun harus melayani mahasiswa. Itu penting,” kata Dr Asmuni.

Selain itu, di FIAI UII diupayakan untuk menghilangkan relasi superior dan inforior. Jika relasi dosen dan mahasiswa layaknya superior dan inferior maka itu bahaya.  Jadi dosen tidak merasa superior dan mahasiswa tidak merasa inferior, tapi keduanya mitra. Namun dalam bermitra tetap ada etika. Sehingga mahasiswa ditekankan di awal, bahwa dosen apapun itu masih diposisikan sebagai guru, jadi tetap beretika ketika berkomunikasi, bukan karena mitra lalu abaikan etika dasar. Relasi kemitraan untuk berdiskusi, untuk kepentingan disertasi. Dalam proses penyusunan disertasi, dosen pembimbing tidak menyalahkan, apalagi merobek kertas kerja, tapi memberikan teori-teori untuk penguatan materi disertasi. Terlebih saat ini ada dukungan materi dari sumber digital.

“Kunci suksesnya jangan biarkan mahasiswa program doktor larut dalam kesendirian. Jangan biarkan mahasiswa hanyut kontemplasi sendirian, karena ketika hanyut dalam kesendirian, kemudian sampai pada titik jenuh, maka akan ditinggal itu draft disertasinya. Mungkin lebih dari 2 tahun untuk kembali lagi ke disertasi. Jangan biarkan mahasiswa tenggelam dalam kesendirian, dosen dan pengelola prodi harus menjadi mitra,”kata Dr. Asmuni.

Dalam konteks perkuliahan, literasi sering disebut sebagai kemampuan dasar yang meliputi kemampuan membaca, menulis, memahami informasi, dan berpikir kritis. Atas hal ini, Prayitna Kuswidianta, Kepala Divisi Administrasi Akademik dan Teknologi Informasi UII, menambahkan penjelasan.

“Sejak awal sebelum perkuliahan sudah disusun materi, mulai dari kurikulum hingga RPS atau Rencana Pembelajaran Semester. Nah RPS ini memuat kebutuhan dukungan buku dan materi ajar, ini yang bisa dikoneksikan ke Perpustakaan Pusat UII, kemudian pengadaan buku, jurnal, literatur diserahkan sepenuhnya kepada pihak perpustakaan. Jadi sedari awal FIAI UII membangun komunikasi dengan Perpustakaan UII,” jelas Kuswidianta.

Senada dengan Kuswidianta, ada Direktur Perpustakaan Pusat UII, Muhammad Jamil, SIP yang menambahkan penjelasan.
“Perpustakaan UII terakreditasi A dari Perpusnas Republik Indonesia. Sebenarnya sejak tahun 2014, terus mampu menjaga tradisi akreditasi terbaiknya ini. Saat ini Perpustakaan UII memiliki koleksi buku sebanyak 138.600 judul, dan 346.546 eksemplar.  Jurnal elektronik 27609 dan e-book 69675. Jam layanan dari pagi hingga malam hari, bahkan Sabtu dan Minggu buka setengah hari untuk mendukung kelancaran studi mahasiswa,” jelas Jamil. (YK 01/VIP)