Qasidah Burdah, Syair Abadi di Tengah Maraknya Hoaks dan Kebencian

oleh -1269 Dilihat
oleh

Bantul, BnR Nees, — NgaSSo (Ngaji Sabtu-Sore) yang dilaksanakan secara rutin di Nitiprayan Bantul, edisi Jumat 29 Agustus 2025. membahas Kitab Burdahdi yang disampaikan oleh Ustadz Eko Priyatno. Pembahasan kitab ini juga didasarkan atas konidisi maraknya ujaran kebencian, hoaks, kepalsuan, di berbagai media, juga keresehan akan praktik korupsi yang kian terang-terangan. Dari konsisi ini, umat Islam kembali diingatkan pada warisan syair klasik penuh makna: Qasidah Burdah karya Imam al-Bushiri. Syair berusia ratusan tahun tetap relevan di masa kini, karena senantiasa menempatkan Rasulullah Muhammad SAW sebagai teladan agung dengan akhlak yang mulia.

“Kalau kita baca bait-bait Burdah, yang dipuji bukan sekadar sosok fisik Nabi, tapi akhlak, kebijaksanaan, dan kasih sayangnya. Justru itu yang hilang di masyarakat kita hari ini. Tokoh-tokoh banyak yang semakin jauh dari teladan Rasul,” ujar Ustadz Eko Priyatno, pembimbing pengajian Kitab Burdah.

Menurut ustadz Eko, salah satu bait yang kerap dibacakan yakni “Fa inna min jūdika-d-dunyā wa ḍarratahā, wa min ‘ulūmika ‘ilmal-lauḥi wal-qalami yang artinya: Sesungguhnya, di antara kemurahanmu adalah dunia dan segala isinya, dan di antara ilmumu adalah pengetahuan Lauhul Mahfudz dan Qalam.

Bait ini menunjukkan betapa Rasulullah SAW bukan hanya teladan dalam akhlak, tetapi juga sumber rahmat dan ilmu yang menerangi umat manusia. Sebuah pesan yang begitu relevan ketika dunia kini justru diliputi kepalsuan dan kerakusan.

Pengajian ini merupakan bagian dari agenda NgaSSo (Ngaji Sabtu-Sore), seebuah gerakan literasi dan spiritual masyarakat yang diprakarsai oleh Widodo Brontowiyono. Peserta pengajian yang terdiri dari warga Nitiprayan dan sekitarnya, kali ini tampak antusias mengikuti lantunan syair demi syair, yang mengalun penuh keindahan sekaligus perenungan.

Menurut Widodo Brontowiyono, syair Burdah adalah semacam “obat hati” di tengah krisis moral bangsa. “Kita sedang hidup di zaman yang liar, penuh ujaran kebencian dan kepalsuan. Burdah memberi arah: kembali kepada keteladanan Nabi. Kalau akhlak mulia ditegakkan, bangsa ini akan kuat,” jelasnya.

Imam al-Bushiri menulis Burdah dalam kondisi pribadi yang penuh ujian, namun justru dari sanalah lahir untaian syair yang abadi. Setiap baitnya tidak hanya melukiskan kecintaan kepada Rasulullah, tetapi juga mengajak pembacanya untuk meneladani sifat amanah, kejujuran, dan kasih sayang beliau.

Kini, ketika masyarakat modern dihadapkan pada derasnya arus informasi yang kerap menyesatkan, qasidah ini seakan menjadi pengingat keras: jalan selamat ada pada kembali meniru akhlak Nabi Muhammad SAW. Bukan hanya dengan memuji, tetapi juga meneladani.

“Kalau kita semua mau mencontoh kejujuran dan kasih sayang Rasulullah, insyaAllah ujaran kebencian dan korupsi itu akan sirna, minimum berkurang jauh,” tutup Widodo dalam dialog pengajian ini. (VIP/YK 01)